Pages

Perempuan Indonesia : Pendidikan tinggi vs Menikah


.
Bagaimana perasaan seorang perempuan yang menginginkan meraih pendidikan tinggi di Indonesia? Ada beberapa tantangan yang akan mereka hadapi. Salah satunya adalah banyaknya linimasa yang menanyakan “kapan menikah?” dan juga komentar yang berbunyi “kalau kamu belajar terus, kamu bakalan jadi perawan tua”. Tekanan datang dari berbagai arah, namun jika ada yang tetap teguh pada tekadnya, mereka adalah perempuan yang benar-benar berkualitas. Ketika memutuskan untuk meneruskan master begitupula abroad, ada beberapa teman yang berkata kepada saya. “Laki-laki akan segan, dan tidak ada yang mendekati. Karena pada dasarnya, laki-laki adalah figur yang tidak ingin disaingi”. Itu adalah salah satu stereotype yang ada. Dan yang kedua adalah “Jika kamu akan berakhir di dapur dan ibu rumah tangga, mengapa kamu menghabiskan banyak waktu untuk belajar?”
Point pertama, aku hobi memasak. Tetapi aku tidak akan menghabiskan hidup saya hanya untuk memasak. Aku memiliki sesuatu yang disebut dengan passion untuk dipelajari lebih dalam. Dan aku belum bisa dikategorikan sebagai cerdas, tidak. Aku hanya passionate dalam menginginkan apa yang akan saya capai. Aku menyenangi yang namanya belajar. The more I study, the more I realize that I still know very less.
Point kedua, aku menyaksikan banyak sekali pernikahan yang tidak berhasil di umur 24 tahun. Dan tante saya adalah single parent untuk 15 tahun. Tetapi ia sangatlah kuat dissamping ia juga merupakan seseorang yang qualified dalam pendidikannya. Ia mengetahui bagaimana mengatur keuangan, mendidik dua orang anak, membenahi hal-hal yang berhubungan dengan listrik, membetulkan barang yang rusak, menjadi montir sekaligus koki dalam sehari. Dai ia selalu berkata kepada saya “don’t complain too much, and if you can handle things by yourself then do it, instead of asking for help.” Mengingat begitu banyak perempuan yang ditinggal oleh suaminya, mereka mengalami rusaknya psikis. Mereka tidak tahu bagaimana mengatur keuangan, mereka tidak tahu bagaimana berdamai dengan situasi yang sulit, dan ketidakmampuan mereka menimbulkan pengaruh bagi anak-anaknya secara jasmani maupun rohani. Disamping itu, untuk menjawab suatu pernyataan, “laki-laki akan takut padamu jika kamu berpendidikan tinggi”. Aku akan balik bertanya, “mengapa kita diharuskan menikah dengan seseorang yang tidak memiliki percaya diri dan keinginan untuk mengembangkan dirinya sendiri?”. Kita tidak perlu berpura-pura bodoh hanya untuk membuat laki-laki percaya diri.
Menurut saya, perempuan cerdas akan memotivasi partnernya untuk menjadi laki-laki yang lebih baik. Besides a great man, there always be a great woman. Contoh nyata, adalah Aisyah istri dari Rasulullah. Ia adalah wanita cerdas di eranya.
Point ketiga, seseorang yang benar adalah mereka yang menjaga privasi hidupnya. Tidak komplain tentang orang lain yang sesungguhnya tidak ada urusan dengan kita. Kita bisa peduli dan memberikan nasehat, but let’s draw a line in between caring and too much curious about other’s life.
Point terakhir, kualitas seseorang tidak ditentukan melalui mereka yang single atau taken. Kualitas seseorang ditentukan dengan bagaimana intensitas mereka dalam memberikan impact positive untuk lingkungannya.


Your Reply